TEKNOLOGI KEPERAWATAN
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OTITIS MEDIA
AKUT”
Disusun Oleh:
Siti Ropiah
NIM: 1510711056
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia,
taufik, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Teknologi Keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Otitis Media” ini dengan baik.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ns.
Duma Lumban T., S.Kep, M.Kep, Sp.Kep. J. selaku dosen Teknologi Keperawatan atas
bimbingan yang telah berikan sehingga makalah ini dapat selesai. Terima kasih
juga kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam
penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa teknik
penyusunan dan materi yang kami sajikan masih kurang sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat.
Jumat,
26 Mei 2017
Jakarta
Penulis
(Siti Ropiah)
DAFTAR ISI
Cover
(Halaman Judul)
Kata
Pengantar.......................................................................................................................................i
Daftar
Isi………………………………………………………………………………………………ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang……………………………………………………………………………1
1.2
Tujuan…………………………………………………………………………………….1
1.2.1
Tujuan
Umum……………………………………………………………………1
1.2.2
Tujuan
Khusus………………………………………………………………...…2
1.3
Ruang
Lingkup………………………………………………………………...…………2
BAB
II KAJIAN TEORI
2.1
Anatomi
Telinga………………………………………………………………………….3
2.2
Definisi……………………………………………………………………………………4
2.3
Prevalensi…………………………………………………………………………………4
2.4
Etiologi……………………………………………………………………………………4
2.5
Faktor
Resiko………………………………………….………………………………….5
2.6
Klasifikasi……………………………………………………………………………...…5
2.7
Manifestasi
Klinis……………………...…………………………...…………………….7
2.8
Patofisiologi…………………………………………………………………...…………..8
2.9
Pemeriksaan
Penunjang……………………………………...……………………………8
2.10
Penatalaksanaan
Medis……………………………………………………………....10
2.11
Komplikasi………………………………………………………………………...…11
BAB
III TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus………………………………………………………………………………...…...13
3.2 Analisa Data……………………………………………………………………………...13
3.3 Diagnosa………………………………………………………………………………….16
3.4 Intervensi…………………………………………………………………...…………….16
BAB
IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan……………………………………………………………………………….19
4.2
Saran………………………………………………………………………………...……19
Daftar
Pustaka. ………………………………………………………………………………………..20
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Otitis Media Akut (OMA)
adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel
mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007). OMA biasanya terjadi karena peradangan saluran
napas atas dan sering mengenai bayi dan anak-anak. Kecenderungan menderita OMA
pada anak-anak berhubungan dengan belum matangnya system imun. Pada anak-anak,
makin tinggi frekuensi ISPA, makin besar resiko terjadinya OMA. Bayi dan
anak-anak mudah terkena OMA karena anatomi saluran eustachi yang masih relative pendek, lebar, dan letaknya lebih
horizontal. (Djaafar, Z.A, 2007).
OMA lebih sering
terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0 sampai 5 tahun) dibandingkan pada
kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur 6 bulan, sekitar
25% dari semua anak mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada umur 1 tahun
gambaran ini meningkat menjadi 62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada umur 5
tahun menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun. (Aziz, 2007). Faktor
resiko berulangnya episode OMA telah digambarkan dan termasuk diantaranya ISPA
yang terjadi dalam rentan waktu yang tidak lama. Telah ditemukan bahwa 29-50%
dari keseluruhan ISPA (rhinitis, bronchitis, sinusitis, dll.) bekembang menjadi
OMA. Dengan pertimbangan tingginya insiden ISPA sehingga membuat insiden OMA
sudah diperkirakan sebelumnya. (Revai, et al 2007).
Terjadinya
penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu efusi pada telinga tengah
yang akan bekembang menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
disertai tanda-tanda inflamasi akut, demam, othalgia, dan iritabilitas. (WHO,
2010). Adapun bakteri penyebab otitis media yaitu Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia
coli, Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris,
dan Pseudomoas aeruginosa. Meskipun sering terjadi, kasus OMA pada
anak-anak umumnya dapat membaik dengan perhatian khusus (watchful waiting) tanpa perlu diberikan antibiotic tertentu,
kecuali terdapat adanya indikasi lain. (Byland, dkk, 2007).
Dari uraian di atas, penulis
berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kejadian OMA yang terjadi pada
anak.
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan
Umum
1.
Mahasiswa
dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan otitis media
akut
1.2.2
Tujuan
Khusus
1.
Mahasiswa
dapat mengetahui definisi Otits Media Akut
2.
Mahasiswa
dapat mengetahui prevalensi Otits Media Akut
3.
Mahasiswa
dapat mengetahui etiologi dan factor resiko Otits Media Akut
4.
Mahasiswa
dapat mengetahui klasifikasi Otits Media Akut
5.
Mahasiswa
dapat mengetahui manifestasi klinis Otits Media Akut
6.
Mahasiswa
dapat mengetahui patofisiologi Otits Media Akut
7.
Mahasiswa
dapat mengetahui pemeriksaan penunjang Otits Media Akut
8.
Mahasiswa
dapat mengetahui penatalaksanaan medis Otits Media Akut
9.
Mahasiswa
dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan Otits Media Akut
1.3
Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang akan dibahas
meliputi gambaran penyakit Otitis Media Akut serta asuhan keperawatan pada
klien dengan Otitis Media Akut.
BAB
II
KAJIAN TEORI
2.1 Anatomi
Telinga
Secara anatomi, telinga dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Telinga
Luar
1.1
Auricle:
untuk menangkap gelombang suara dan mengarahkannya ke dalam Meatus Auditorius
Externa
1.2
Liang
telinga (Meatus Auditorius Externa) : Mengarahkan bunyi untuk masuk ke telinga
tengah
2.
Telinga
Tengah
2.1
Membran
timpani membentang Terdiri dari jaringan fibrosa elastic berbentuk bundar
dan cekung. Untuk mengubah bunyi menjadi getaran
2.2
Tulang
pendengaran (osikel: malleus, incus,
stapes) : untuk menghantarkan getaran yang diterima dari membran tympani ke
jendela oval.
2.3
Tuba
eustachii: untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di luar tubuh dengan di
dalam telinga tengah
3.
Telinga
Dalam
3.1
Koklea
berfungsi sebagai sistem pendengaran karena mengandung reseptor untuk mengubah
suara yang masuk menjadi impuls saraf sehingga dapat didengar.
3.2
Aparatus
vestibularis berfungsi sebagai sistem keseimbangan yang terdiri dari tiga buah
canalis semisirkularis, dan organ otolit yaitu sacculus dan utriculus
2.2 Definisi
Otitis Media adalah
infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga luar (Otitis Eksterna),
saluran telinga tengah (Otitis Media), dan telinga bagian dalam (Otitis
Interna). (Rahajoe, N. 2012).
Otitis media ialah
radang telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya
didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. (William, M. Schwartz.,
2004).
Otitis Media adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang
disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer,
S. 2001).
Otitis Media Akut (OMA)
adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel
mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007).
2.3 Prevalensi
OMA
biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai bayi
dan anak-anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak berhubungan dengan
belum matangnya system imun. Pada anak-anak, makin tinggi frekuensi ISPA, makin
besar resiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena OMA Karena
anatomi saluran eustachi yang masih
relative pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal. (Djaafar, Z.A, 2007).
OMA lebih
sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0 sampai 5 tahun) dibandingkan
pada kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur 6 bulan,
sekitar 25% dari semua anak mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada umur 1
tahun gambaran ini meningkat menjadi 62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada
umur 5 tahun menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun. (Aziz, 2007).
Faktor resiko berulangnya episode OMA telah digambarkan dan termasuk
diantaranya ISPA yang terjadi dalam rentan waktu yang tidak lama. Telah
ditemukan bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA (rhinitis, bronchitis, sinusitis,
dll.) bekembang menjadi OMA. Dengan pertimbangan tingginya insiden ISPA
sehingga membuat insiden OMA sudah diperkirakan sebelumnya. (Revai, et al
2007).
Terjadinya
penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu efusi pada telinga tengah
yang akan bekembang menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
disertai tanda-tanda inflamasi akut, demam, othalgia, dan iritabilitas. (WHO,
2010). Adapun bakteri penyebab otitis media yaitu Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia
coli, Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris,
dan Pseudomoas aeruginosa.
2.4 Etiologi
1.
Bakteri
Contoh bakteri penyebab Otitis Media adalah Staphylococcus aureus, Pneumococcus,
Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus,
Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa.
2.
Virus
Beberapa
virus juga dapat menyebabkan Otitis Media Akut. Contoh: Virus Influenza.
*Proses
penjalaran virus dan bakteri lebih lanjut dibahas pada patofisiologi.
2.5 Faktor
Resiko
Berikut
factor resiko terjadinya Otitis Media Akut:
1.
Usia
(Bayi dan Anak-anak)
2.
Konsumsi
ASI yang menurun
3.
Alergi
4.
Kongenital
5.
Trauma
atau cedera
*Penjelasan terkait factor resiko lebih
lanjut dibahas pada patofisiologi.
2.6 Klasifikasi
1.
Berdasarkan
Gejala
1.1
Otitis Media Supuratif :
1.1.1
Otitis Media Supuratif Akut/Otitis Media Akut
Proses
peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam
waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan
sistemik.(Munilson, Jacky. Et al.)
1.1.2
Otitis Media Supuratif Kronik
Infeksi
kronik telinga tengah disertai perforasi membran timpani dan keluarnya sekret
yang apabila tidak ditangani dengan tepat akan membuat progresivitas penyakit
semakin bertambah.
1.2
Otitis Media Adhesiva: Keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah
sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung lama
1.3
Otitis Media Non Supuratif / Serosa
1.3.1
Otitis Media Serosa Akut
Keadaan
terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh
gangguan fungsi tuba.
1.3.2
Otitis Media Serosa Kronik
Pada
keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala
– gejala pada telinga yang berlangsung lama. Terjad sebagai gejala sisa dari
otitis media akut yang tidak sembuh sempurna.
2.
Berdasarkan
Perubahan Mukosa
2.1
Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran
timpani akibat tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak
normal atau berwarna suram.
2.2
Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang meleba
disebagian atau seluruh membran timpani, membran timpani tampak hiperemis
disertai edem.
2.3
Stadium Supurasi
Ditandai
dengan edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel epitel superfisial
serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani sehingga membran timpani
tampak menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
2.4
Stadium Perforasi
Terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari
telinga tengah ke liang telinga.
2.5
Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal, perforasi membran
timpani kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan
tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun
tanpa pengobatan. (Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. 2007).
2.7 Manifestasi
Klinis
Secara umum, manifestasi klinis
yang biasa ditemukan pada pasien dengan Otitis Media Akut adalah:
1.
Othalgia
(Nyeri telinga)
2.
Demam,
batuk, pilek
3.
Membran
timpani abnormal (sesuai stadium)
4.
Gangguan
pendengaran
5.
Keluarnya
secret di dari telinga berupa nanah
6.
Anak
rewel, menangis, gelisah
7.
Kehilangan
nafsu makan, dan lain-lain.
2.8 Patofisiologi
2.9 Pemeriksaan
Penunjang
Dalam menegakkan diagnosis OMA
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan:
1.
Penyakit
muncul secara mendadak (akut)
2.
Ditemukan
tanda efusi pada telinga tengah, dengan tanda: menggembungnya membran
timpani(bulging), terbatas atau tidak adanya gerakan membran timpani, adanya
bayangan cairan dibelakang membran timpani, dan adanya cairan yang keluar dari
telinga.
3.
Terdapat
tanda atau gejala peradangan pada telinga tengah, dengan tanda: kemerahan pada
membran timpani, adanya nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas
Berikut
pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan:
2.9.1
Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop
terutama untuk melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil adanya
gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi
kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga
2.9.2
Otoskop
Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas
membran timpani pasien terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal
akan bergerak apabila diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat
disebabkan oleh akumulasi cairan didalam telinga tengah, perforasi atau
timpanosklerosis. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA.
Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa
2.9.3
Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik
dilakukan timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas
membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan
konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga tengah.Timpanometri juga dapat
mengukur tekanan telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi tabung
miringotomi dengan mengukur peningkatan volume liang telinga luar.Timpanometri
punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah,
tetapi tergantung kerjasama pasien. Pemeriksaan dilakukan hanya dengan
menempelkan sumbat ke liang telinga selama beberapa detik, dan alat akan secara
otomatis mendeteksi keadaan telinga bagian tengah.
2.9.4
Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari
telinga tengah, bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau pada
imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan
analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan pemeriksaan dan untuk
menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi patogen
yang spesifik.
2.9.5
Uji Rinne
Tes
pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara telinga
pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan
pada prosesus mastoid (hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar.
Penala kemudian dipindahkan ke depan telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih
terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif
(-)
2.9.6
Uji
Webber
Tes
pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga
kanan.
Langkah:
Penala
digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di verteks,
dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi
penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi
ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi
2.9.7
Uji
Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang
orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala
digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak
terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih
dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat
mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan
pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat
mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa
kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.
2.10
Penatalaksanaan Medis
1.
Berdasarkan
stadium
1.1
Stadium Oklusi.
Bertujuan untuk membuka tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung.
1.1.1
HCl Efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak
<12 tahun
1.1.2
HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak >12
tahun atau dewasa.
1.1.3
Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan
antibiotik.
1.2
Stadium Presupurasi. Diberikan
antibiotik, obat tetes hidung, dan analgetik. Antibiotik diberikan minimal
selama 7 hari. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Untuk terapi awal, diberikan penisilin IM agar konsentrasinya
adekuat dalam darah.
1.2.1
Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
1.2.2
Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.2.3
Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.3
Stadium Supurasi. Pasien harus
dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu,
analgesik juga diperlukan agar nyeri dapat berkurang.
1.4
Stadium Perforasi. Diberikan
obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai
3 minggu.
1.5
Stadium Resolusi. Biasanya
akan tampak sekret keluar. Pada keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai
3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis. Pada
stadium ini, harus di follow up selama 1 sampai 3 bulan untuk memastikan tidak
terjadi otitis media serosa.
2.
Tindakan
2.1 Timpanosintesis
Tindakan dengan cara mengambil
cairan dari telinga tengah dengan menggunakan jarum untuk pemeriksaan
mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini
adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran,
dan tuli sensorineural traumatik,
laserasi nervus fasialis atau korda timpani. Timpanosintesis merupakan prosedur
yang invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan bahaya
sebagai penatalaksanaan rutin.
2.2 Miringotomi
Tindakan insisi
pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga tengah. Pada
miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior membran
timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang, corong telinga
yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril.
Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia
berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus, dan
pasien yang dirawat di unit perawatan intensif.
2.11
Komplikasi
1. Intra-Temporal
1.1 Abses
subperiosteal
1.2 Labirintitis
1.3 Paresis
fasial
1.4 Petrositis
2. Intra-Kranial
2.1 Abses
ekstradura
2.2 Abses
perisinus
2.3 Tromboflebitis
sinus lateral
2.4 Abses
otak
2.5 Meningitis
otikus
BAB
III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus
An.. N (12
tahun) datang ke RS diantar
ibunya. An.N mengeluh nyeri telinga dan ketajaman
pendengarannya menurun pada telinga sebelah kiri disertai dengan keluarnya
kotoran telinga yang berbau sejak 2 minggu yang lalu. Setelah dilakukan
pengkajian, didapatkan hasil sebagai berikut: Dalam satu tahun terakhir, klien
sudah 2x mengalami ISPA. Akhir-akhir ini klien sering mengalami batuk, pilek,
demam. Hasil TTV TD: 110/80mmHg, HR: 100x/m, RR: 20x/m, S: 39 derajat celcius.
Klien mengatakan sering mengorek kuping dengan bagian bawah/ujung peniti bahkan
pernah sampai berdarah. Hasil pemeriksaan
otoskopis diperoleh membrane timpani tampak merah, menggelembung, dan mengalami
perforasi. Klien diberikan terapi antibiotic sprectum luas dan obat tetes
telinga. Klien bertanya bagaimana bisa terkena penyakit ini. Diagnose medis
klien otitis media.
3.2 Analisa
Data
Data Subjektif
|
Data Objektif
|
1.
Klien
mengeluh Ketajaman pendengarannya menurun pada telinga sebelah kiri disertai
dengan keluarnya kotoran telinga yang berbau sejak 2 minggu yang lalu
2.
Dalam
satu tahun terakhir, klien sudah 2x mengalami ISPA.
3.
Klien
mengatakan sering mengorek-ngorek kuping dengan bagian bawah/ujung
peniti sampai dngan berdarah
4.
Klien
mengeluh akhir-akhir ini klien sering mengalami batuk, pilek, dan demam
Data Tambahan :
5.
Klien
mengatakan nyeri seperti diusuk-tusuk dibagian telinganya
6.
Klien mengatakan nyeri berlangsung lama
|
1.
Hasil
TTV:
TD : 110/80 mmHg
HR : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 39°C
2.
Hasil
pemeriksaan otoskopis diperoleh membran timpani tampak merah, sering
menggelembung dan mengalami perforasi
3.
Klien
diberikan terapi antibiotic spectrum luas, dan obat tetes telinga
4.
Klien
bertanya bagaimana bisa terkena penyakit ini
5.
Diagnosa
medis klien otitis media
Data Tambahan :
6.
Klien
terlihat meringis kesakitan
|
Data Fokus
|
Masalah
|
Etiologi
|
Data
Subjektif :
1.
Klien
mengatakan nyeri seperti diusuk-tusuk dibagian telinganya
2.
Klien mengatakan nyeri berlangsung lama
Data
Objektif :
1.
Klien
terlihat meringis kesakitan
2.
Hasil
pemeriksaan otoskopis diperoleh membran timpani tampak merah, sering
menggelembung dan mengalami perforasi
|
Nyeri Akut
|
Agens cidera fisik
|
Data
Subjektif :
1.
Klien
mengeluh Ketajaman pendengarannya menurun pada telinga sebelah kiri disertai dengan keluarnya
kotoran telinga yang berbau sejak 2 minggu yang lalu
2.
Klien
mengatakan sering mengorek-ngorek kuping dengan bagian bawah/ujung
peniti sampai dngan berdarah
3.
Klien
mengeluh akhir-akhir ini klien sering mengalami batuk, pilek, dan demam
Data
Objektif :
1.
T : 39°C
2.
Hasil
pemeriksaan otoskopis diperoleh membran timpani tampak merah, sering
menggelembung dan mengalami perforasi
3.
Klien
diberikan terapi antibiotic spectrum luas, dan obat tetes telinga
4.
Diagnosa
medis klien otitis media
|
Risiko Infeksi
|
Kurang pengetahuan
terhadap pajanan patogen
|
Data
Subjektif :
1.
Klien
mengeluh Ketajaman pendengarannya menurunpada telinga sebelah kiri disertai
dengan keluarnya kotoran telinga yang berbau sejak 2 minggu yang lalu
2.
Klien
mengatakan sering mengorek-ngorek kuping dengan bagian bawah/ujung
peniti sampai berdarah
3.
Klien
mengeluh akhir-akhir ini klien sering mengalami batuk, pilek, dan demam
Data
Objektif :
1.
Klien
bertanya bagaimana bisa terkena penyakit ini
|
Defisiensi
Pengetahuan
|
Kurang sumber
pengetahuan
|
3.3 Diagnosa
1.
Nyeri
akut b.d agens cidera fisik
2.
Risiko infeksi
d.d kurang pengetahuan terhadap pajanan pathogen
3.
Defisiensi pengetahuan b.d kurang sumber pengetahuan
3.4 Intervensi
Hari/
Tgl
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
1.
|
Nyeri
akut b.d agens cidera fisik
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam,
masalah nyeri dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1.
Klien tidak meringis kesakitan
2.
Klien tidak mengeluh nyeri
|
MANDIRI
Manajemen Nyeri :
1.
Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan
atau memperberat nyeri
2.
Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan
3.
Dukung istirahat yang adekuat untuk menurunkan nyeri
KOLABORASI:
Kolaborasi dengan dokter untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan penurun nyeri (obat analgesik)
|
2.
|
Resiko infeksi
d.d kurang pengetahuan terhadap pajanan pathogen
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
masalah resiko infeksi dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1.
Tidak ada kotoran telinga berlebih pada telinga
2.
Tidak terdapat batuk, pilek, dan demam
3.
Membran
timpani tidak
merah, menggelembung dan tidak mengalami
perforasi
4.
Hasil TTV :
T : 39°C
|
MANDIRI
Perawatan Telinga
1.
Monitor fungsi auditori
2.
Monitor struktur anatomi telinga untuk tanda dan gejala
infeksi
3.
Lakukan tes pendengaran dengan tepat
4.
Bersihkan telinga luar menggunakan washlap
5.
Monitor tumpahan kotoran telinga yang berlebihan
6.
Pertimbangkan irigasi telinga untuk mengangkat kotoran
telinga berlebih
7.
Instruksikan klien untuk tidak menggunakan objek-objek
asing, misalnya ujung cotton bud, jepitan
rambut, dan benda lainnya) untuk pengorekan kotoran telinga
KOLABORASI
3
Pemberian obat tetes telinga, jika diperlukan
|
3.
|
Defisiensi pengetahuan b.d kurang sumber pengetahuan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam,
masalah defisiensi pengetahuan dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1. Klien
mengetahui mengapa bisa Ketajaman pendengarannya menurun
2. Klien
memahami cara perawatan telinga yang benar
|
MANDIRI
1. Perawat
menjelaskan cara perawatan telinga yang benar
2. Anjurkan
klien untuk tidak menggunakan benda asing atau tajam ke telinga
3. Jelaskan
kepada pasien dan keluarga bagaimana penyakit otitis media dapat terjadi.
|
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otitis
Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah,
tuba eustachi, antrum mastoid, dan
sel-sel mastoid yang disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam
telinga tengah. Bakteri penyebab otitis media antara lain Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia
coli, Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris,
dan Pseudomoas aeruginosa. Terdapat 5 stadium dalam OMA yaitu stadium
oklusi, stadium
hiperemis, stadium
supurasi, stadium
perforasi, dan stadium
resolusi. OMA biasa
terjadi terutama pada bayi atau anak karena anatomi saluran eustachi yang masih relatif pendek,
lebar, dan letaknya lebih horizontal.
4.2 Saran
Dari kesimpulan di atas
penulis dapat sedikit memberi saran kepada beberapa pihak agar kualitas
pelayanan kesehatan Indonesia semakin meningkat, diantaranya sebagai berikut:
5
Keluarga
klien
Keluarga klien
diharapkan dapat memberikan perawatan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
anggota keluarga dengan masalah Otitis Media Akut serta mampu menjaga
kebersihan lingkungan sehingga anggota keluarga lain terhindar dari penyakit
Otitis Media Akut.
6
Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan
mampu menguasai konsep dan memberikan Asuhan Keperawatan pasien dengan Otitis
Media Akut
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Aziz
H, 2007. Metode Penelitian Keperawatan
Dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika
Bylander, A., dkk. 2007. Journal of Children Microbiology
Djaafar,
Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi
keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Revai, R,
et al. 2007. Incidence of Acute Otitis
Media and Sinusitis Complicating Upper Respiratory Tract Infection. Journal
of The American Academy Pediatrics
Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta:
Balai Penerbit IDAI